Kabupaten Bengkayang merupakan
salah satu kabupaten yang terletak di sebelah utara Propinsi Kalimantan Barat.
Secara geografis, Kabupaten Bengkayang terletak di 0033'00" Lintang Utara
sampai 1030'00" Lintang Utara dan 108039'00" Bujur Timur sampai
110010'00" Bujur Timur.
Ada dua kondisi alam yang membedakan wilayah
Kabupaten Bengkayang. Kondisi alam yang pertama adalah pesisir pantai.
Keseluruhan wilayah pesisir ini
termasuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Sungai Raya. Kondisi alam yang
kedua adalah daratan dan perbukitan yang terdiri dari Kecamatan Capkala,
Samalantan, Monterado, Bengkayang, Teriak, Sungai Betung, Ledo, Suti Semarang,
Lumar, Sanggau Ledo, Seluas, Jagoi Babang, dan Siding. Pada tahun 2008, daerah
pemerintahan Kabupaten Bengkayang dibagi menjadi 17 kecamatan. Dari sejumlah
kecamatan yang ada, Kabupaten Bengkayang dibagi lagi menjadi 2 kelurahan dan
122 desa definitif. Dilihat dari luas masing-masing kecamatan, Jagoi Babang
merupakan kecamatan yang paling luas di Kabupaten Bengkayang dengan cakupan
wilayah sebesar 655 km2 atau sekitar 12,14 persen dari luas Kabupaten
Bengkayang keseluruhan dan kecamatan dengan wilayah terkecil adalah Kecamatan
Capkala dengan luas wilayah sebesar 46,35 km2 atau hanya sekitar 0,86 persen
dari total luas Kabupaten Bengkayang.
Dilihat dari jarak tempuh terjauh
dari ibukota kecamatan ke ibukota kabupaten di Kabupaten Bengkayang, Kecamatan
Siding adalah kecamatan dengan jarak tempuh terjauh, yaitu sekitar 103,68 km
disusul Kecamatan Jagoi Babang dan Kecamatan Sungai Raya. Walaupun hanya
sebagian kecil wilayah Kabupaten Bengkayang yang merupakan wilayah perairan
laut, Kabupaten Bengkayang juga memiliki sejumlah pulau, yaitu sebanyak 12
pulau. Dari sejumlah pulau tersebut, ada sebanyak 5 pulau masih belum
berpenghuni dan 7 pulau sudah berpenghuni. Semua pulau yang ada terletak di
wilayah perairan Laut Natuna.
Pulau terbesar yang berpenghuni
adalah Pulau Lemukutan dan Pulau Penatah Besar. Dilihat dari sudut pandang
pranata sosial laju pertumbuhan pembangunan di segala aspek kehidupan
masyarakat di tiga kecamatan antara lain sungai raya, sungai raya kepulauan dan
capkala yang secara wilayah administratif sangat jauh dari pusat kabupaten
sangat lambat ini terlihat dari beberapa kondisi di daerah kecamatan capkala
yaitu akses jalan yang sangat kurang memadai dari kondisi jalan simpang sampai
desa mandor kondisi jalan sangat rusak parah hal ini juga belum mendapat
perhatian pemerintah kabupaten selama 4 tahun terakhir padahal akses jalan ini
sangat diperlukan oleh masyarakat sebagai sarana yang mendukung dalam
peningkatan ekonomi masyarakat dalam jalur perdagangan hasil produksi masyarakat.
Sistem pengendalian sosial
(social control) pemerintah juga sangat minim di tiga kecamatan ini, hal ini
tampak dari beberapa kasus aspirasi yang terjadi di masyarakat sangat jarang di
publikasikan dan lebih celakanya kasus yang beredar di politisi oleh oknum yang
memiliki kepentingan pribadi maupun golongan tertentu. Keterbukaan informasi
publik tidak berjalan dengan efektif di tingkat atas sehingga masyarakat tidak
tahu akan perkembangan baik ekonomi, politik, dll Wilayah tiga kecamatan di
kabupaten bengkayang ini sangat banyak di minati pengusaha disebabkan letak
yang strategis dan memiliki tanah yang subur oleh sebab itu berbagai macam
investasi membanjiri kawasan ini. Pemerintah kabupaten membuka lebar jalur
investasi perkebunan dengan perda no 12 tahun 2008 sehingga ketiga kecamatan
ini di banjiri invetasi baik perkebuanan dan pertambangan.
Terlebih lagi pertambangan yang mengeruk pasir di kawasan pantai yang telah di reboisasi sehingga funsional reboisasi kawasan mangrove kambali terancam akibat pengerukan tersebut. Pengerukan pasir yang masih buram status legalnya tersebut di lakukan di kawasan desa rukmajaya dan sempat menimbulkan konflik horizontal dan vertikal tersebut tidak berlangsung lama. Masyarakat yang sadar mencoba menghalangi pihak perusahan dengan menyegel tempat penimbunan pasir. Tetapi hal tersebut tidak menimbual kan efek jera pihak perusahaan. Perusahan kembali melakukan pengerukan dengan mengalihkan tempat penimbunan dan jalur tranfortasi tempat pengerukan berlangsung. Pihak pemerintah desa juga tidak memperdulikan hal tersebut berlangsung, kegitan tersebut sudah satu tahun berjalan. Pranata sosial tidak berjalan dengan baik di kecamatan sungai raya kepulaan, antara pemerintah dan masyarakat sehingga budaya yang di timbulkan adalah sikap hedonisme dan apriori masyarakat kepada pemerintah desa.
Terlebih lagi pertambangan yang mengeruk pasir di kawasan pantai yang telah di reboisasi sehingga funsional reboisasi kawasan mangrove kambali terancam akibat pengerukan tersebut. Pengerukan pasir yang masih buram status legalnya tersebut di lakukan di kawasan desa rukmajaya dan sempat menimbulkan konflik horizontal dan vertikal tersebut tidak berlangsung lama. Masyarakat yang sadar mencoba menghalangi pihak perusahan dengan menyegel tempat penimbunan pasir. Tetapi hal tersebut tidak menimbual kan efek jera pihak perusahaan. Perusahan kembali melakukan pengerukan dengan mengalihkan tempat penimbunan dan jalur tranfortasi tempat pengerukan berlangsung. Pihak pemerintah desa juga tidak memperdulikan hal tersebut berlangsung, kegitan tersebut sudah satu tahun berjalan. Pranata sosial tidak berjalan dengan baik di kecamatan sungai raya kepulaan, antara pemerintah dan masyarakat sehingga budaya yang di timbulkan adalah sikap hedonisme dan apriori masyarakat kepada pemerintah desa.