Hancurnya Sumber Penghidupan Masyarakat

Tanah dan kekayaan alam bagi kaum tani merupakan sarana produksi utama. Dari hasil kerjanya kaum tani untuk menghasilkan kebutuhan untuk penghidupan masyarakat. Bagi
masyarakat Kalimantan Barat ketergantungan penghidupan ekonomi dari tanah dan kekayaan alam berupa belantara dengan segala binatang buruan, buah-buahan, akar-akaran, daun-daunan, madu serta keanekaragaman hayatinya, air, sungai dan lautan dengan segala binatang dan biotanya dan hamparan tanah yang luas dengan ditanami tanaman komuditas seperti karet, gaharu, buah-buahan serta tanaman pangan seperti padi dan sayur mayur. Disamping itu, tanah dan kekayaan alam menentukan perkembangan sosial, budaya dan politik masyarakat.

Perebutan atas tanah dan kekayaan alam sudah berlangsung sangat lama, paling nyata dan lekat dalam ingatan kita sejak penjajah menduduki wilayah nusantara kita. Jika kita potong ingatan sejarah kita sejak berkuasanya Rezim Fasis Soeharto yang merupakan kepanjangan tangan dari negeri imperialis sangat nyata dengan lahirnya Undang- Undang Nomor 01 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing. Maka, kita bisa melihat bahwa Negara Republik Indo-nesia melalui undang-undang tersebut memberikan karpet merah terhadap investasi untuk menguasai serta mengambil tanah dan kekayaan alam seenaknya.

Tanah Borneo yang memiliki hutan alam dengan bermacam jenis kayu kelas satu seperti ulin, meranti dan lainnya menjadi incaran bagi investor untuk melakukan penetrasi akumulasi modalnya. Penguasaan kekayaan hutan alam melalui secarik dokumen HPH (Hak Penguasaan Hutan) untuk membabat kayu hutan mulai tahun 70-an menjadi bukti intensifnya penetrasi kapital di Bumi Kalimantan Barat. Sejak dibabat dengan cara destruktif oleh pemegang HPH Hutan alam Kalimantan yang juga sebagai salah satu paru-paru dunia hancur kurang dari 20 tahun.

Tahun 1980-an penetrasi kapital semakin intensif terhadap tanah dan kekayaan alam dengan masuknya perkebunan skala besar dengan komuditas kelapa sawit dan karet melalui Perusahaan Terbatas Perkebunan Negara (PTPN XIII). PTPN yang merupakan perusahaan milik negara yang diberi keistimewaan membangun perkebunan menjadi pioner dengan membangun perkebunan kelapa sawit di wilayah Ngabang Kab. Landak dan di wilayah Parindu Kab. Sanggau serta perkebunan karet di Kab. Bengkayang dan Kota Singkawang serta Kab. Sintang. Namun dalam perkembangannya komuditas karet kurang menguntungkan kemudian di telantarkan oleh PTPN. Sedangkan komoditas kelapa sawit karena mendatangkan keutungan yang besar menjadi pintu masuk bagi swasta dalam dan luar negeri untuk melakukan penetrasi modalnya dengan membangun perkebunan kelapa sawit. Hingga saat ini di Kalimantan Barat terdapat 378 Perusahan Perkebunan Kelapa dengan luas ijin konsesi 4,6 jt Ha yang tidak akan berhenti karena Pemerintah sudah mencadangkan 10 jt Ha tanah untuk perkebunan kelapa sawit.

Tahun 1990-an perusahan pertambangan tidak kalah intensifnya mengeruk kekayaan alam bumi borneo hingga saat ini di Kalimantan Barat sudah keluar paling tidak 40 ijin eksploitasi dan eksplorasi tambang. PT. ANTAM Tbk yang merupakan perusahaan negara yang bergerak di bi-dang pertambangan memiliki wilayah kontrak pertambangan di Kec. Tayan, Kec Toba dan Kec Meliau Kab. Sanggau dengan luas 36.410 ha. Disusul PT. Harita Prima Abadi Mineral sejak tahun 2006 memiliki luas konsesi pertambangan 295.605 Ha Kec. Simpang Hulu, Simpang dua, Sandai, Marau, Air Upas dan Kec Kendawangan Kab Ketapang.

Jadi dapat disimpulkan bahwa negara memberikan jalan yang sangat mudah bagi investasi untuk mengeruk tanah dan kekayaan alam bumi Kalimantan, baik yang dilakukan oleh negara itu sendiri melalui badan usahanya maupun oleh perusahaan swasta dalam maupun luar negeri. Sejak tingginya intensitas modal melakukan penetrasi sudah jutaan triliun rupiah dihasilkan, namun disisi lain kehidupan sosial, budaya dan politik rakyat tidak jauh beranjak dari tungku ket-erbelakangan. Oleh karenanya, tidak berlebihan jika kami katakan bahwa kecil sekali konstribusi perusahaan yang mengeruk kekayaan alam bumi kalimantan barat terhadap pembangunan infrasruktur maupun dalam meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat.

Malah sebaliknya, penterasi modal yang dilakukan oleh pengusaha dalam maupun asing serta oleh negara itu sendiri menjadikan beralihnya penguasaan tanah dan kekayaan alam ke tangan-tangan tuan tanah. Sedangkan rakyat yang selama ini terikat panjang terhadap tanah dan kekayaan alamnya tersingkir, sehingga masyarakat terpaksa harus kehilangan sumber hidup dan penghidupan ekonominya serta kehilangan basic untuk perkembangan sosial, budaya dan politik. Upaya masyarakat dalam mempertahankan tanah dan kekayaan alamnya menghadapi represifitas dari aparat negara. Disamping itu, penguasaan monopolistik terhadap tanah dan kekayaan alam melakukan praktek destruktif sehingga menghancurkan daya dukung ekologisnya.